Start at the beginning, go to the end, then stop. That’s how I write. I write quickly. I don’t try to show how intelligent or how cultivated I am, I just try to share my soul. Sharing is part of life. - Lewis Carroll

Wednesday, February 20, 2013

Belajar dari “Have a Little Faith” karya Mitch Albom (part I - Albert L. Lewis)




Hei kamu yang hobi memburu buku bagus hehehehe, sudah pernah baca atau dengar tentang sebuah buku karya Mitchel David alias Mitch Albom , yang berjudul Have a Little Faith? Atau kamu belum pernah mendengar siapa itu Mitch Albom? Itu loh dia yang menulis buku best seller: Tuesday with Morrie, The Five People You Meet in Heaven, For One More Day, dan terakhir buku terbarunya adalah Time Keeper. Semua buku karyanya menceritakan kisah hidup orang lain yang menginspirasi.

Sekilas suatu hari di awal tahun 2012 aku lihat buku Have a Little Faith itu  di rak buku salah satu toko buku terbesar di Indonesia, aku sudah tertarik. Dari judulnya membuat aku penasaran, apalagi ketika aku melanjutkan membaca sinopsis dan melirik isinya. Dalam hati aku berpikir, heeeem buku yang bagus dan sayang dilewatkan. Tapi ketika mencari buku yang masih baru, ternyata sudah tidak ada. Yang tersisa cuma satu-satunya buku yang menjadi sample. Kecewa, karena aku tidak jadi membawa pulang buku itu.

Namun, beruntung ketika aku iseng memasang display picture buku itu di handphone, seorang teman mengomentari bahwa buku itu bagus dan temannya mempunyai buku itu (thanks for Ci Farah :D). Aku langsung meminta ijin untuk meminjamnya tanpa pikir panjang. Beberapa hari lalu, tepatnya hampir 1 bulan sejak buku itu ada bersamaku, akhirnya aku berhasil  menyelesaikannya.

Buku itu mengisahkan tentang kehidupan dua orang Pendeta dengan latar belakang, budaya dan keyakinan yang berbeda. Pendeta pertama bernama Albert L. Lewis, beliau adalah seoranng Pendeta Yahudi. Tapi jemaatnya lebih sering memanggilnya dengan sebutan Reb atau dalam bahasa Ibrani artinya adalah rabi/guru. Heeeeem ada yang menarik ketika aku membaca dan mulai memahami kehidupan seorang Reb ini. Dan aku dapat beberapa poin yang bisa dibagikan  untuk menjadi catatan dan bahan perenungan.

Begini, Reb sejak kecil hidup menurut tradisi Yahudi, dia hafal isi Perjajian Lama dalam Alkitab, dia hafal 10 Perintah Allah, dan dia hafal semua tata cara ibadah dalam agama Yahudi. Tapi bukan hal itu yang menjadi perhatianku, melainkan bagaimna di masa hidupnya dia bisa memberi arti untuk jemaat dan orang-orang sekitarnya.

Dia terkenal sebagai rabi yang ramah, sopan, menyenangkan, dekat dengan jemaatnya, bahkan dia tidak sungkan memberi bantuan, sekedar mendengarkan cerita seorang jemaat atau bercakap-cakap dengan  orang asing di jalan. Ada kutipan perckapan menarik antara Mitch dengan Si Reb ini, berikut sepenggal dialog dalam buku itu yang aku terjemahkan menurut ingatan dan bahasaku sendiri:
Mengapa Anda melakukan semua hal itu? Apa untungnya bagimu?

"Aku tidak pernah berpikir tentang apa untung dan rugi, aku melakukannya karena Tuhan lebih dulu melakukan hal itu padaku."

Tapi bagaimana Anda bisa memberi waktu untuk hal sepele seperti mendengar keluhan orang, konseling, kunjungan, dll?

"Aku berusaha melakukan apa yang bisa aku lakukan dan aku mencoba untuk terus melakukannya. Aku akan sangat senang bila waktu yang aku miliki tidak terbuang sia-sia."

Ada beberapa orang yang terus menerus menghubungimu berjam-jam hanya untuk menceritakan keluhan dan kemalangannya, apakah Anda tidak berpikir itu membuang waktu Anda, sedangkan Anda bisa melakukan hal yang lebih penting?

"Aku tidak terganggu bila waktuku habis untuk mereka. Aku akan dengan sabar menunggu mereka menyelesaikan keluhannya."


Dari kutipan percakapan itu, aku menarik kesimpulan: bekerja untuk Tuhan jangan pernah hitungan-hitungan, tidak perlu berpikir “apa untung buat saya”, tapi lakukan apa yang bisa kita lakukan, mungkin bagi kita itu hal kecil tapi itu memberi arti bagi orang lain.Satu hal lagi yang bisa dijadikan contoh dari Si Reb adalah dia tidak pernah mengakhiri atau menutup percakapan lebih dulu dengan orang lain. Dia menghargai orang lain yang sedang berbicara dengannya. Ini menjadi bahan renungan untuk kita, bagaimana kita juga bisa melakukan seperti Reb, menghargai orang lain dan mendengarkan mereka. 

to be continue.........

Rabi Albert L. Lewis "Reb"

No comments:

Post a Comment