Start at the beginning, go to the end, then stop. That’s how I write. I write quickly. I don’t try to show how intelligent or how cultivated I am, I just try to share my soul. Sharing is part of life. - Lewis Carroll

Monday, July 16, 2012

Apa Itu Cinta? (Pertanyaan seorang teman)

Apa itu cinta? Seseorang bertanya padaku. Tapi aku ragu untuk memberikannya sebuah jawaban. Karena aku sendiri belum yakin dengan apa arti cinta yang sebenarnya. Jadi aku putuskan untuk diam, merenungkannya.

Sejenak aku memikirkan pertanyaan orang itu. Memang kita sering menyebut kata cinta, tapi sangat sulit untuk mendefinisikannya. Akan lebih mudah mendefinisikannya bila cinta itu kita alami secara personal. Merenung lebih jauh, aku jadi mengingat kembali kapan pertama kali aku jatuh cinta. Waktu itu aku baru berusia 14 tahun, masih terlalu muda untuk mendefinisikan cinta. Pikiran dan tindakanku pun terlalu berani. Mungkin saat itu jiwa labil memang sedang menguasaiku. Dan aku baru sadar ternyata itu bukan cinta, itu hanya suatu obsesi dan kekonyolan masa remaja.

Lanjut mengenai pemikiran tentang cinta. Aku teringat kembali pada masa pertama kali aku menyukai seorang pria yang lebih dewasa dan mulai menjalin hubungan dengannya - hubungan tanpa status waktu itu. Aku mengira bahwa dari hubungan itu akan bisa membuatku mengerti apa itu cinta, tapi lagi-lagi aku salah. Tidak kutemukan apa-apa di dalam hubungan itu. Tidak ada perasaan yang nyaman ketika bersamanya, tidak ada kedamaian, hanya perasaan takut dan kuatir. Dan hubungan itu pun tidak lebih dari 1 bulan saja.

Beranjak dewasa aku terus melakukan perburuan untuk menemukan sesuatu yang bernama cinta itu. Banyak pria yang menarik hatiku, tapi tetap saja aku tidak menemukan hakikinya cinta dalam diri mereka. Lalu apa itu cinta? Dibandingkan orang lain, pengalamanku tentang cinta sangat sedikit sehingga aku tidak yakin bisa menjawab pertanyaan itu. Saat aku beranjak 18 tahun aku berani memutuskan untuk menutup hatiku dari pria, aku mau fokus dengan mimpiku. Banyak pria yang berusaha merobohkan prinsipku, tapi aku tetap bertahan, sampai suatu hari…

Suatu hari – hari yang menjadi penantianku bertahun-tahun datang, hari dimana aku mulai membuka hati lagi untuk seseorang. Waktu itu aku memang tidak pernah menyangka akan bisa menyukainya. Dia sama sekali tidak seperti pria idamanku. Tapi cinta itu datangnya tidak ketauan, kita bisa tidak menyadari kapan cinta itu datang dan pergi. Tiba-tiba kita terus memikirkannya dan berharap yang terbaik untuk dirinya.

Apa yang dikatakan hatiku? Apakah dia benar? Apakah dia tau segalanya? Bagaimana bila ia salah? Tapi selama ini dia memang selalu benar. Lalu mengapa aku ragu? Apakah aku harus mempertanyakan hatiku lagi? Aku terlalu takut untuk mempercayai hatiku, takut bila aku salah lagi.

Tapi aku belum berani menyebut perasaanku itu dengan cinta. Jujur saja aku masih belum mengerti seperti apa wujud dari cinta itu. Namun yang aku alami ketika aku memikirkannya, merindukannya, mendoakannya – memberikan aku sebuah kekuatan dan kepercayaan. Dan perasaan yang entah apa namanya itu membuatku lebih dekat dan berani mengutarakan isi hatiku pada Sang Pencipta – Jiwa Dunia.

“Karena bukan cinta namanya jika menjauhkan kita dari Jiwa Dunia dan membuat kita lupa dengan tujuan dan mimpi kita semula (Paulo Coelho- The Alchemist).”

No comments:

Post a Comment