Start at the beginning, go to the end, then stop. That’s how I write. I write quickly. I don’t try to show how intelligent or how cultivated I am, I just try to share my soul. Sharing is part of life. - Lewis Carroll

Tuesday, February 16, 2010

You The Answer of My Prays

Lonceng gereja mulai berdentang. Seluruh jemaat yang hadir berdiri dengan kompak. Mata mereka tertuju pada ambang pintu gereja. Para petugas di pintu pun dengan sigap membuka pintu yang tertutup itu secara perlahan. Tanpa kusadari, jantungku berdegup sangat kencang. Sudah 30 menit aku berdiri di depan altar menanti dia, pujaan hatiku. Pintu telah terbuka dan inilah dia, wanita yang telah kunanti sepanjang perjalanan hidupku. Hari ini, aku dan dia akan mengikat janji seumur hidup dan melanjutkan mimpi ilahi bersamanya, berdua, aku dan dia.

Takjub. Hanya satu kata itu yang terucap ketika aku melihat pengantinku. Tak pernah terpikir olehku untuk berdiri disini dan menggenggam tangannya. Oh Tuhan, betapa indahnya rencana Mu. Kini aku siap melangkah bersama dia, malaikatku.

Awal perjumpaanku dengannya tidaklah mudah. 5 tahun aku harus menanti dan bergumul, sambil menaruh harapanku pada-Nya, karena aku terlalu percaya Dia tahu yang terbaik untukku.

Sebelum menemukan dia, aku pernah berjumpa dengan beberapa wanita lain dan menjalin hubungan dengan mereka. Tapi hubungan itu tidak dapat kulanjutkan. Ketika pertama kali bertobat dan menerima Tuhan dalam hidupku, aku mengambil komitmen untuk tidak menjalin hubungan apapun dengan wanita manapun, dan aku harus membuat keputusan. Keputusan yang sangat sulit karena aku harus memilih memusatkan hidup pada Dia seorang dan memutuskan hubunganku dengan seorang wanita yang kukencani. Seorang wanita yang tadinya aku yakini akan menikah dengannya. Ternyata rencana Tuhan yang begitu indah itu membuatku memutuskan untuk menghentikan hubungan itu, karena Dia mau aku menunggu seseorang yang tepat yang akan menjadi pengantinku.

Hari-hariku terasa sedikit berbeda, kadang aku merindukan hubungan itu. Tapi aku tidak bisa terus menerus seperti ini, aku meyakinkan diriku untuk dapat mempercayai Dia. Tiap kekosongan dihatiku diisi-Nya, hingga aku merasa Dia sangat peduli padaku. Aku mulai dapat melupakan perasaan-perasaan itu dan memfokuskan diriku pada janji-janji -Nya.

Nyatanya, 3 tahun sudah berlalu dan aku masih tetap bisa menjaga komitmenku untuk hidup kudus, tanpa perasaan khusus terhadap seorang wanita. Saat ini aku memusatkan hidupku pada visi dan mimpi-mimpiku. Sebelum aku dapat memenuhi visiku, aku belum dapat membuka hati.

Suatu hari, aku merasa ada yang aneh. Entah mengapa hatiku sangat gemetar. Sewaktu malam aku berdoa dan bergumul pada Dia. Aku menceritakan bahwa aku sepertinya membutuhkan seseorang yang dapat membantu mewujudkan visiku. Seperti seorang remaja yang meminta ijin pada ayahnya untuk berkencan, demikian juga aku. Aku malu, malu karena aku seperti anak kecil yang merengek agar dibelikan mainan baru, tapi aku lega, lega karena aku dapat bebas mengutarakan isi hatiku. Namun, Dia tidak menjawab. Mungkin ini belum waktunya, dan aku harus bersabar sedikit lagi. Tiba-tiba jawaban itu terdengar. Dia menjawab doaku. Dia memperhatikan pergumulanku. Ternyata Dia sedang mendengarkan curhatanku.

Dia berkata,"Sudah waktunya. Aku akan memberitahu padamu suatu rahasia. Seorang wanita yang nantinya akan menjadi pasangan hidupmu."

Aku terkejut sekaligus sangat gembira. Didalam hatiku seperti ada sebuah air terjun yang mengalir. Aku tak sabar mengetahui siapa wanita itu, wanita yang kunanti selama 3 tahun.

Seminggu sudah setelah percakapanku dengan-Nya malam itu, tapi aku belum menemukannya. Rasa penasaran mulai menghampiriku. Kuberanikan diri bertanya lagi pada-Nya. Tapi kali ini tidak ada jawaban sama sekali. Aku merenung sejenak, ternyata aku terlalu egois. Aku hanya mementingkan diriku dan tidak menghiraukan Dia. Selama 1 minggu ini yang kupikirkan hanya wanita itu bukan Dia. Dan mungkin hal itu yang membuat-Nya cemburu padaku. Karena aku melupakan komitmenku untuk mempercayai-Nya dan menanti. Cepat-cepat aku berlutut, meminta ampun dan mengubah paradigmaku. Aku tidak akan kuatir lagi ataupun tidak sabar. Sekali lagi aku menaruh harapanku pada-Nya.

Hari ini adalah hari yang sangat sibuk, aku sedang berada di gereja, bersiap-siap untuk merayakan Paskah, hari yang dinanti dalam sejarah, hari penantian bagi kami, umat nasrani. Hari dimana Sang Juru Selamat, Yesus Kristus menebus umat manusia dengan cara-Nya yang ajaib, kedua tangan-Nya terpaku pada ujung kayu salib, darah-Nya menetes dari ujung kepala hingga ujung kaki. Karena cinta-Nya pada manusia, Ia rela dihina, dicambuk, didera bahkan disalib. Seperti anak domba yang dibawa ke tempat pejagalan. Dialah Anak Domba Allah, korban penebusan bagi seluruh manusia.

Aku bertugas mempersiapkan acara. Dibantu dengan rekan-rekan yang lain, kami membentuk sebuah tim acara. Dalam tim itu terdapat 10 orang dari 3 area berbeda. Martha, Jessi, Haris, dan Gerald dari area dewasa muda. Aku, Donni, Andreas dan Anita dari area mahasiswa. Serta Joshua dan Christine dari area pelajar. Jarang sekali semua area bisa berkumpul, hanya acara dan perayaan tertentu kami baru dapat bekerja sama.

3 hari yang lalu, kami semua sudah berkumpul membicarakan tema dan bagaimana susunan acaranya. Dan hari ini kami memulai pekerjaan kami untuk perayaan besok hari.

Disela-sela pekerjaanku, aku secara tidak sadar terus memperhatikan Martha. Entah mengapa aku melakukan hal itu, karena aku tidak terlalu mengenalnya. Tapi karena kami ada dalam 1 tim, mau tidak mau kami jadi saling mengenal. Ada yang berbeda ketika aku melihatnya, dia tidak seperti wanita-wanita lain yang dulu kukenal. Dia sangat enerjik dan bersemangat. Ditambah lagi kecintaannya pada anak-anak, dan dia juga melayani di gereja anak dalam gereja kami. Tapi aku menampik semua perasaan itu, mungkin aku tertarik karena aku kagum padanya. Jadi aku lupakan saja.

Setelah seharian akhirnya semua pekerjaan selesai, dan tinggal menanti besok. Tak terasa ternyata sudah malam, mungkin karena terlalu bersemangat. Kami pun memutuskan untuk segera pulang dan bersiap untuk besok.

Lelah juga seharian mempersiapkan sebuah acara besar. Tapi aku bersyukur karena aku diberi kepercayaan untuk menyusun acara. Ketika aku hendak menghidupkan mesin motor, kulihat Martha sedang berdiri sendiri. Nampaknya wanita itu sedang menunggu angkutan umum. Kudekati dia dan menawarkannya tumpangan. Tadinya dia menolak, tapi karena sudah malam dia setuju.

Sepanjang perjalanan, kami tidak banyak bicara. Mungkin masih canggung dan tidak terlalu dekat. Hanya sedikit perbincangan ringan. Tapi aku jadi tahu ternyata caranya berpikir dan memandang sesuatu sangat dewasa. Aku semakin kagum padanya.

Kembali dalam kamarku, aku mematikan lampu dan berlutut disamping tempat tidur. Kupejamkan mata dan mengucap syukur untuk hari ini. Sekilas saat terpejam, aku teringat Martha. Tanpa kusadari kubawa dia dalam doaku.

Setelah perayaan Paskah itu, aku dan Martha semakin dekat. Sesekali aku diminta bantuan olehnya untuk bermain gitar di gerja anak. Kami juga sering makan bersama dengan teman-teman yang lain. Dan ya, kurasa ada yang berbeda. Sesuatu yang dulu pernah kumatikan kini bangkit kembali. Tapi aku belum yakin dengan asumsiku. Dan namanya semakin sering berada dalam doa-doaku.

Suatu hari ketika aku sedang berkonsultasi pada kakak rohaniku, penatua di gerejaku datang dan ingin mengajakku bicara. Kupikir mungkin masalah acara lagi. Tapi ternyata bukan, kali ini beliau tidak memintaku untuk membuat susunan acara. Beliau mengatakan bahwa beberapa hari ini beliau mengingatku dan berdoa untukku, ketika berdoa Tuhan mengutarakan bahwa tidak lama lagi aku akan menemukan pasangan hidupku dan wanita itu tidak jauh, ada di gereja kami. Aku terkejut dan menjadi teringat kembali dengan perkataan-Nya sebulan terakhir. Ternyata Dia menepati janji-Nya padaku.

Namun masalahnya adalah siapa wanita itu. Aku tidak berani mereka-reka karena semua ini masih belum jelas. Setelah nubuatan penatua gerejaku, aku dan rekan-rekan 1 komunitasku serta kakak rohaniku berdoa puasa. Aku percaya Dia akan mempertemukan aku dengannya pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat pula.

1 minggu kami berdoa puasa, dan kini kami duduk bersama untuk saling berbagi apa yang kami dapat. Hatiku mulai tak karuan, bercampur menjadi sebuah harapan. Apakah nama yang aku dapatkan dan mereka dapat adalah orang yang sama? Satu per satu kertas yang kami tuliskan nama seseorang di dalamnya kami buka bersama. Jantungku makin kencang berdetak. Aku tak percaya, semua nama di kertas itu sama, hanya ada satu nama. Ya, aku yakin dialah orangnya. Terima kasih Tuhan, Kau telah menepati janji-Mu. Selama hidupku, aku akan terus menaruh harapku pada-Nya.

Aku menunggu waktu yang tepat untuk memberitahunya. Aku tidak mau terlalu terburu-buru karena aku yakin Tuhan punya waktu yang senpurna, ketika aku sudah siap, aku akan mengutarakannya.

3 bulan sudah aku menanti dan berdiam diri, tidak mengatakan satu patah katapun pada wanita itu. Tapi aku terus menerus memperhatikannya dari jauh. Suatu hari kulihat dia hendak menuju mobil yang diparkirnya. Tidak terlihat jelas apa ynag ia ;lakukan di dalam, tapi sepertinya ia menangis. Mengapa dia menangis? Apakah aku penyebabnya? Aku tidak tahu.

Aku ingin mengetahui semua tentang dia dan merasakan apa yang ia rasakan. Selama ini menurut pengamatanku, ia terlihat sangat menakjubkan. Perasaan kagum itu kini telah menjadi suatu perasaan yang berbeda.

Kini aku genap berumur 24 tahun, tapi tanganku bertingkah seperti belum pernah menelpon. Aku menyambar telepon genggamku seperti menagkap binatang liar yang sedang berusaha meloloskan diri. Aku mencoba menelpon lagi. Telepon berdering tiga kali. Aku gigit jari, apa yang aku lakukan, aku merasa sangat bodoh. Mengapa aku menelponnya? Aku tidak punya alasan apapun untuk menelponnya. Tiba-tiba terdengar suara mengangkat telepon dariku. Aku yakin suaraku terdengar gugup. Aku belum pernah menelpon dia sebelumnya.

Kami mengobrol beberapa menit tentang pekerjaan dan pelayanannya. Kami melakukannya sewajar mungkin agar terdengar wajar walaupun kami sama-sama tahu betapa anehnya aku tiba-tiba menelpon dia. Akhirnya aku punya keberanian untuk mengajak dia bertemu di sebuah café dekat rumahnya. Ia setuju. Sebelum menutup telepon aku mengatakan sesuatu yang bisa berarti ganda tentang pertemuan nanti. Tentang seorang pria yang kutahu sedang tertarik padanya.
15 menit aku sudah berada dalam café yang telah kami sepakati. Aku gemetar, tidak tahu apa yang akan kukatakan nanti. Tak lama dia dating dan menuju ke tempat yang kupesan. Kami sama-sama duduk dan memesan Sprite.

Mungkin café ini bukanlah tempat yang cukup romantis untuk mengungkapkan perasaan pada seorang wanita. Namun pada mala mini hal romantis bukanlah prioritasku. Aku tidak bermaksud melamar dia atau mengatakan bahwa aku tergila-gila padanya, dia juga tidak bereaksi berlebihan. Apa yang akan kukatakan padanya adalah bahwa melalui persahabatan dengannya, aku mulai semakin menghargainya. Aku belum yakin apakah kami akan cocok satu dengan yang lainnya, tapi aku ingin menjajakinya. Aku mengajak dia menjalin hubungan, sebuah tahap baru dalam persahabatan kami. Tujuannya adalah untuk lebih memperdalam hubungan kami sehingga kami sama-sama dapat berdoa dan melihat kemungkinan untuk menikah.

Aku tidak memaksanya untuk menjawab sekarang juga, mungkin dia butuh waktu untuk berdoa dan memutuskan. Dia tidak menjawab apapun. Ia menatap Sprite-nya dan memutar-mutar sedotan. Akhirnya ia menjawab, “Aku bisa saja membuatmu stress kalau aku membiarkan ini mengambang, seperti misteri. Tapi aku sudah bisa menjawab sekarang, aku mau coba deh. Aku nggak mau member kesan seolah-olah aku menganggap ringan atau tidak perlu berdoa dulu untuk hal ini…” ia berhenti. “Sebetulnya aku sudah lama berdoa untuk ini.”
Dia sudah berdoa untukku? Dia sudah lama memikirkanku? Rasanya aku ingin melompat dan berteriak gembira di café ini. Namun aku hanya mengangguk-angguk sambil berkata, “Oo…, bagus.”

Rencana-Nya sungguh luar biasa. Dia bukan hanya mempersiapkan aku tapi juga mempersiapkan dia. Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Aku hanya bisa menangis bahagia karena Dia selalu memberiku yang terbaik.

Saat ini aku telah mantap, setelah penantian panjangku, aku yakin inilah waktunya. Waktu untuk mengikat dua hati menjadi satu. Dan sekarang aku sedang menantikan dia menghampiriku yang sudah lama berdiri di samping altar.

It's been in long and winding journey, but I finally here tonight
Picking up the pieces, walking back into the light
Into the sunset of your glory, when my heart and future lies
There's nothing like that feeling when I look into your eyes
My dreams came true when I found you,
I found you my miracle

If you could see what I see
You the answer to my prayers
If you could feel the tenderness I feel
You will know it would be clear my angels brought me here


Standing here before you, feels like I've been born again
Every breathe is your love, every heartbeat speaks your name
My dreams came true when I found you, my miracle

If you could see what I see
You the answer to my prayers
If you could feel the tenderness I feel
You will know it would be clear my angels brought me here

Brought me here to be with you
I'll be forever grateful
Oh forever Faithfull
My dreams came true when I found you, my miracle


If you could see what I see
You the answer to my prayers
If you could feel the tenderness I feel
You will know it would be clear my angels brought me here


Lantunan lagu itu, Angels Brought Me Here, menghantarkan wanitaku menuju altar. Aku menjemputnya, membawanya ke depan altar, dibawah Salib Yesus, Tuhanku. Ya, dialah jawaban dari doa-doaku. Dialah harapanku. Dialah penantianku. Dialah teman dalam penghiburanku. Terima kasih Bapa, Kau berikan dia yang sempurna itu untukku.

'Aku melihat tangan Penciptaku menjadikan aku selagi janin. Tangan yang sama, yang menciptakan bintang dan langit, sedang membentuk aku. Aku diliputi rasa kagum dan penuh syukur.
Aku menangis terharu ketika selanjutnya aku melihat diriku sudah menjadi dewasa - duduk di tengah-tengah telapak tangan-Nya. Lututku mendekap ke dada, kepalaku tengadah kepada Sang Kekasih jiwaku - Dia yang menjadi segalanya bagiku. Hatiku tertuju pada-Nya, hanya kepada-Nya. Tatapan mataku penuh dengan wajah-Nya. Dan Ia tampak begitu bersukacita mendapat seluruh perhatianku, seperti aku sendiri bersukacita. Aku terduduk, tanpa menghiraukan waktu, mengagumi dan bercakap-cakap akrab dengan Juruselamatku. Mataku menikmati Dia. Selagi duduk disitu, aku melihat dari sudut mataku, di tangan-Nya yang satu lagi ada dia. Begitu aku melihat wanita itu, aku tahu siapa dia. Serentak kami melompat dan memandang ke atas, kepada Tuan kami.
"Apakah dia orangnya?"tanyaku.
"Orang yang sedang kutunggu-tunggu? Orang yang juga sedang menanti-nanti diriku? Apakah dia orangnya?"
Aku dapat mendengar wanita itu juga mengajukan pertanyaan yang sama.
"Apakah dia orangnya?Orang yang sedang kutunggu-tunggu? Orang yang juga sedang menanti-nantikan aku?"
Suara kami berdua terdengar penuh gejolak kegembiraan. Tapi tidak dapat dibandingkan dengan sukacita yang terkandung dalam suara Tuhan ketika Ia tersenyum dan berkata,"Ya."
Didekatkan-Nya kedua telapak tangan-Nya, dibuat-Nya kami bergandengan tangan, lalu Dia menaruh kami ke dalam dunia...berdua.'

No comments:

Post a Comment