Start at the beginning, go to the end, then stop. That’s how I write. I write quickly. I don’t try to show how intelligent or how cultivated I am, I just try to share my soul. Sharing is part of life. - Lewis Carroll

Tuesday, February 16, 2010

14 Februari

Bulan Februari, orang-orang mengatakan di bulan itu akan banyak cinta. Tapi tidak untukku, aku benci bulan Februari. Aku benci karena aku dilahirkan. Aku benci karena orang yang paling aku sayang pergi untuk selamanya dengan cara yang sangat aku benci. Aku benci mengingat kejadian itu, kejadian yang mengubah hidupku 180 derajat hingga aku seperti ini. Terkutuklah bulan Februari dan terkutuklah hari kelahiranku.

21 tahun, aku hidup dalam kesepian. Tidak ada cinta, tidak ada air mata. Kosong. Seperti rusa yang selalu merindukan sungai, demikian pun aku, merindukan sesuatu yang dapat mengisi hatiku. Aku, ada karena sebuah kesalahan.

Hari ini tanggal 1 Februari, permulaan sesuatu yang buruk di bulan ini. Entah karena aku telah mengutuk bulan ini, atau entah karena asumsiku, yang jelas setiap bulan Februari banyak hal buruk terjadi.
Dan benar apa yang kupikirkan, baru saja aku dihukum oleh dosenku untuk membersihkan taman kampus selama 2 minggu, hanya karena aku tertidur di kelas.

Yang benar saja, aku harus membersihkan tempat ini hanya seorang diri selama 2 minggu ke depan. Lebih baik aku tidur sebentar di bawah pohon, merasakan angin yang menembus kulitku sambil pelan-pelan memejamkan mata. Berbaring dan merebahkan raga ini yang sebenarnya sudah tak sanggup lagi berdiri.

Sial memang baru saja ingin terlelap, seorang wanita datang dan mengacaukan keinginanku.

Wanita: "Permisi, permisi, haaai mau beli coklat? Ayo beli, coklat ini murah hanya 10 ribu saja dan kamu langsung menyumbang pada anak-anak panti asuhan untuk memberikan sedikit kasih dan harapan di bulan penuh cinta ini! Mau, mau, mau?"

Aku: "Aaaaah berisik! Kamu ga lihat, aku baru saja mau terlelap!"

Wanita: "Looh? Jam segini kok malah keluyuran, ga ada kelas? Ooh atau kamu dihukum ya?"

Aku: "Berisik! Urusan apa kamu denganku. Kalau ya aku dihukum, memangnya kenapa? Ada masalah denganmu?"

Wanita: "Aah tidak apa-apa. Lalu bagaimana, kamu mau beli berapa? Kayaknya kamu sedang sedih, kalau begitu beli coklatnya yang banyak. Karena menurut penelitian, coklat mengandung zat yang dapat membuat orang yang memakannya akan bahagia. Mau 2?3?4?Berapa?"

Aku: "Sssssttttt! Kamu ini benar-benar cerewet ya! Dengar baik-baik, aku tidak akan membeli 1 pun coklatmu, karena aku benci coklat, aku benci valentine, aku benci warna merah dan aku benci bulan Februari, mengerti?! Sekarang pergi kamu dari sini dan jangan ganggu aku lagi!"

Wanita: "Ooh begitu yah, eem baiklah aku pergi tapi kalau kamu berubah pikiran, kamu bisa panggil aku. Namaku Valeri."

Aku: "Pergiiiii!"

Hari ini tanggal 14 Februari, hari yang sangat aku benci dalam hidup. Hari ini aku genap berusia 21 tahun, dan juga genap 3 tahun kepergian ibuku. Seperti biasa, tidak ada kue, tidak ada lilin, tidak ada nyanyian Happy Birthday, tidak ada senyuman, dan tidak ada harapan. Kalau bisa ingin kuhapus saja hari ini.

Kejadian itu masih jelas terekam dalam memoriku. Aku memegang tangannya yang berlumuran darah dan ia menghembuskan nafas terakhirnya dalam pelukanku. Aku merindukannya.

Lagi-lagi, wanita cerewet itu mengganggu kesendirianku.

Valeri: "Haaai! Hari ini valentine kok kamu ga senang sih? Ga ada yang kasih kamu coklat ya?"

Aku: "Ya ga ada yang kasih aku coklat. Puas?! Kamu lupa ya, aku pernah bilang aku benci coklat, aku benci valentine karena semua itu mengingatkanku dengan ibuku yang tidak akan pernah kembali. Dan yang paling aku benci adalah mengingat siapa yang membunuh dia, ayahku sendiri!"

Valeri: "Maaf, aku tidak tahu."

Aku: "Jelas kamu tidak tahu karena kamu selalu bahagia dan ga pernah merasakan hidupku! Lebih baik kamu jangan dekat-dekat denganku karena aku tidak suka melihatmu!"

Valeri: "Baa..Baaiklah. Tapi kamu tidak apa-apa sendiri?"

Aku: "Yaaaa! Pergi sana!"

Valeri: "Aku pergi ya..Daaah..Aku pergi..Uuuh galak sekali sih dia."

Aku: "Apa kamu bilang?"

Valeri: "Aaah tidak, tidak. Baiklah aku pergi."

Sangat mengesalkan wanita itu selalu hadir disaat tidak tepat. Bukan salahku bila aku terlalu sensitif padanya, itu karena aku sangat tidak suka melihat orang yang selalu bahagia. Mungkin aku iri. Iri pada satu perasaan yang tidak pernah ada dalam hidpuku.

Hari ini berbeda, langit sangat kusam dan angin juga berteriak dengan kencang. Daun-daun kering ikut berjatuhan dan mengotori lantai taman. Ah, kesal menambah pekerjaanku saja. Ketika aku hendak memunguti daun-daun itu, aku menemukan sesuatu.Sepucuk surat dan sepertinya itu milik wanita menjengkelkan tadi.

Apa ini? Rupanya surat dari rumah sakit. Memangnya siapa yang sakit? Mungkinkah wanita itu? Tanpa ragu lagi aku melihat isi surat itu. Apa? Mengapa Tuhan? Tidak mungkin!

Valeri: "Maaf aku datang lagi. Apa kamu melihat sesuatu terjatuh disini?"

Aku: "Maksud kamu ini?"

Valeri: "Aah ya ternyata benar terjatuh disini. Terima kasih. Aku duluan ya."

Aku: "Heeii tunggu!"

Valeri: "Ya. Ada apa?"

Aku: "Kamu sakit ya? Eem maksudku, tadi aku tidak sengaja melihat isi surat itu, ya memang aku lancang sekali tapi..Apa benar?"

Valeri: "Oh, ya kata dokter belum ada kemajuan."

Aku: "Kamu sudah lama tahu penyakit itu?"

Valeri: "Kira-kira sudah 5 tahun."

Aku: "Kenapa kamu masih tersenyum dan bahagia padahal kamu..."

Valeri: "Awalnya memang aku tidak percaya, aku marah, aku kecewa dengan Tuhan. Aku mengidap kanker paru-paru bukan karena kesalahanku. Sewaktu ibu mengandungku, ia selalu merokok dan aku harus menanggung penyakit ini, mungkin seumur hidup."

Aku: "Lalu, kenapa kamu masih bertahan dan menganggap semua baik-baik saja?"

Valeri: "Seperti katamu, kamu benci warna merah, aku juga sama, karena selalu mengingatkanku pada darah yang sering keluar dari hidungku. Tidak ada yang bisa kuperbuat. Tapi ketika aku mengenal Tuhan, Ia seperti menyembuhkanku, Ia memberiku kasih hingga aku sanggup bertahan dengan keadaanku. Aku tidak membenci warna merah lagi, karena warna merah mengingatkanku pada darah-Nya yang mengalir untuk menyebuhkanku. Kini tidak ada penyesalan atau rasa kecewa, karena aku tahu Tuhan, punya rencana yang indah. Sekalipun aku meninggal, aku akan bahagia karena aku akan bersatu dan selalu bersama Bapaku di surga."

Aku: "Kenapa kamu seyakin itu? Kamu berbeda, kamu bukan cuma kelihatan kuat, tapi itu semua karena memang kamu kuat."

Valeri: "Kekuatan dari-Nya yang membuat aku bertahan. Aku tidak tahu apa masalahmu sebenarnya, tapi cobalah berdamai dengan masa lalumu dan biarkan Ia yang menjamah hatimu. Aku yakin kamu bisa."

Hari ini, 14 Februari, aku membuka hatiku untuk sesuatu yang baru, aku membuka hatiku mengundang Dia masuk dan berdiam disana. Mungkin inilah yang aku perlu, yang hilang dan membuatku kosong. Kini aku temukan Dia, pribadi yang lembut, penuh kasih menerima aku apa adanya, menutup luka dihatiku. Aku menangis. Bukan karena aku cengeng, tapi karena kasih-Nya sangat tulus, membuatku terharu. Dalam pengelihatanku, Ia datang berpakaian serba emas, menyilaukan dan aku tidak dapat melihat wajah-Nya, memelukku dan berkata, "AnakKu, Aku Bapamu."
Hanya 3 patah kata, tapi membuatku sangat yakin Dia mengasihiku teramat sangat.

Sipir penjara: "Ada yang ingin menemuimu, ayo cepat!"

Pak Andre: "Sudah 3 tahun aku disini dan tidak pernah ada yang menengokku, anakku saja tidak ingin melihatku lagi. Mungkin salah orang, Pak!"

Sipir: "Ayo ikut saja!Waktumu hanya 20 menit."

Aku: "Pa.."

Pak Andre: "Christ.."

Aku: "Pa, masih ingat hari ini? 3 tahun lalu orang yang paling aku sayang pergi untuk selamanya dan itu semua karena Papaaa!!"

Pak Andre: "Christ, maafkan papa. Waktu itu papa emosi. Papa menyesal Christ.."

Aku: "Menyesal?! Percuma, Pa.. Mama tidak akan ada lagii! Aku benci Papaaa!"

Pak Andre: "Papa mengerti, kamu boleh membenci papa, tapi tolong ampuni papa."

Aku: "Tadinya aku bersumpah aku tidak akan mengampuni papa dan tidak ingin mengenal papa lagi. Tapi, hari ini aku tahu, aku merasakan kasih Tuhan yang menerimaku. Tidak adil bila Dia saja mau mengampuniku, tapi aku tidak memberi papa kesempatan. Pa, maafkan aku karena aku benci papa, tapi sekarang aku terima papa apa adanya."

Pak Andre: "Kamu memaafkan papa?"

Aku: "Ya, pa. Aku sayang papa."

Pak Andre: "Terima kasih, Christ."

Hari ini, 14 Februari, setelah aku menerima Dia masuk dalam hatiku, aku punya kekuatan yang besar, kekeuatan untuk mengampuni papa.

Aku: "Haaii, maaf menunggu lama ya?"

Valeri: "Tidak, aku juga baru datang. Ada apa?"

Aku: "Ada sesuatu yang mau kuberikan, tunggu aku cari dulu, nah ini. Happy valentine!"

Valeri: "Tapi valentine kan sudah lewat 2 minggu."

Aku: "Ya memang, tapi tidak apa-apa kan. Kalau tidak mau ya sudah aku beri orang lain saja!"

Valeri: "Aaah tidak apa-apa, aku ambil coklatmu."

Aku: "Terima kasih ya!"

Valeri: "Terima kasih untuk apa? Harusnya aku yang berterima kasih karena kamu memberiku coklat."

Aku: "Terima kasih karena kamu sudah mengenalkanku pada kasih. Aku belum pernah merasakan kasih yang sangat dalam seperti itu. Terima kasih, Val."

Valeri: "Ooh..Ya, Dia adalah Kasih. Dan Dia tidak akan berhenti memberi kasih-Nya untuk kita. Ternyata kamu berhasil berdamai dengan masa lalumu, kini tidak ada alasan lagi untuk kamu menyerah mengasihi papamu."

Aku: "Ya, karena Dia aku ternyata mampu. Oh ya, bagaimana keadaan kamu? Kenapa 2 minggu ini kamu tidak pernah kelihatan?"

Valeri: "Aku di rumah sakit. Keadaanku belum ada kemajuan. Seharusnya hari ini aku belum boleh keluar, tapi aku memaksa."

Aku: "Kamu harus jaga kesehatan, kamu kan tidak boleh terlalu lelah. Sebaiknya kamu kuantar ke rumah sakit ya?"

Valeri: "Jangan, aku ingin merasakan udara bebas. Aku bosan di rumah sakit terus. Aku ingin disini saja, denganmu."

Aku: "Val, sebenarnya ada sesuatu yang mau kukatakan. Aku... Aku suka padamu, Val! Aku ingin menjagamu dan memberi kasihku untukmu."

Aku: "Val? Kamu dengar? Lalu bagaimana denganmu? Val? Val?"

Angin berhembus, membawa perasaanku pada Valeri. Ternyata gadis itu telah pergi.

Hari ini, 28 Februari, ketika Valeri bersandar di punggungku, aku merasa dia semakin berat dan berat. Aku terenyuh, gadis itu, Valeri, telah menutup kedua matanya. Pergi ke tempat yang dia rindukan, ke rumah Bapanya dengan senyuman.
Terima kasih karena kasih dan cinta yang kamu ajarkan padaku.Selamat jalan Valeri.

'Kini kutahu segala kelemahanku
Telah Kau ubah oleh kuasa Kasih Mu
Kasih Mu melingkupi diriku
Bawaku dipelukan Mu
Ku kan terbang bagai rajawali,
melayang tinggi, Roh Mu mengangkatku
Oleh kuasa Kasih Mu'


-drama valentine GO Bogor, 14.02.2010-

No comments:

Post a Comment