Kecoa,
salah satu jenis serangga yang paling dibenci manusia karena rupanya yang
'jelek', bau dan sering mengganggu. Apalagi saat dia tiba-tiba datang dalam
kesunyian dengan kepakan sayap coklatnya dan hinggap mengenai anggota tubuh
kita. Membayangkannya saja sudah membuatku geli.
Ya,
aku pun salah satu dari mereka yang phobia terhadap mahkluk kecil itu.
Bagaimana tidak, mereka sering mengunjungiku di malam hari dan terus
berterbangan di setiap sudut kamar. Melihatnya muncul saja membuat aku
merinding. Saking phobianya, setiap kali aku mendengar bunyi-bunyian kecil atau
kepakan sayap serangga, aku langsung bangun dan mempersenjatai diri, dengan
apapun. Kadang phobia itu membuatku tidak nyaman dan terus dibayangi ketakutan.
Suatu
sore ketika aku hendak merapikan lemari buku di rumah, aku dikejutkan dengan
kedatangan si kecoa itu. Entah darimana dia bersembunyi tiba-tiba dia terbang
ke arahku. Sontak aku berteriak kencang. Tak lama mama datang dan melihat apa
yang terjadi. Rupanya si kecoa itu betah berada di punggungku. Mama berusaha
menjatuhkannya, benar saja dia jatuh tapi langsung merayap ke kakiku. Teriakan
geli kedua kembali terdengar.
Kali
ini mama tidak membantuku, dia malah berkata:
"Hei, kamu lebih besar dari kecoa itu. Kalau kamu terus menerus menghindar dan takut, selamanya dia akan mengganggumu. Berani dan hadapilah!"
Well,
benar juga apa yang mama katakan. Memang aku lebih besar dari kecoa itu, lalu
apa yang aku takutkan? Bobot tubuhku lebih besar dari si kecoa. Aku pun punya
kekuatan penuh untuk membunuhnya dengan kedua tanganku, tapi mengapa aku malah
membiarkan si kecoa itu terus menakutiku. Jadi siapa yang bodoh selama ini?
Oke
dengan segenap kekuatan aku beranikan diri untuk menatap si kecoa dan
memukulnya. Seketika si kecoa terkapar tak berdaya. Dan masalah pun selesai.
Sesederhana itu rupanya.
Terkadang
kita terjebak dalam sebuah pemikiran yang rumit. Kita membiarkan diri kita
terus ditakuti oleh sesuatu yang sebenarnya adalah imajinasi kita saja. Phobia
memang tidak diinginkan kehadirannya, tapi tahukah sebenarnya diri kita
sendirilah yang menaruh hidup kita ke dalam phobia tersebut.
Pikiran
yang membawa kita terkunci dalam kepahitan akan sesuatu yang pernah terjadi;
masa lalu. Setiap manusia memiliki masa lalu, dan kebanyakan sesuatu yang
menyakitkan. Tapi membiarkan diri kita
hidup dalam phobia masa lalu sangatlah tidak bijaksana. Seperti ketika aku
terus membiarkan rasa takut akan kecoa dalam benakku, selamanya aku akan terus
takut dan kalah dengan mahkluk kecil itu.
Berdamai
dengan pikiran, itu pintu gerbang untuk lepas dari ketakutan akan masa lalu.
Selanjutnya berdamai dengan kejadian menyakitkan itu, melepaskan pengampunan -
bila diperlukan. Ketiga, berdamai dengan diri sendiri. Tidak ada sesuatu yang
tidak ada jalan keluarnya, tidak ada yang tidak bisa diperbaiki.
Terakhir,
berani dan hadapilah!
“Manusia terlalu berharga untuk terjebak dalam mesin
waktunya sendiri.”
(Mitch Albom dalam The Time Keeper)
No comments:
Post a Comment